Mau Sehat Saja Harus Bertaruh Nyawa

Harus Bertaruh Nyawa – Bayangkan, hanya untuk sekadar bersepeda demi hidup sehat, warga Jakarta harus berjudi dengan nyawanya sendiri. Di tengah kemacetan yang menggila, asap knalpot yang mengepul di mana-mana, dan kendaraan bermotor yang tak peduli aturan, para pesepeda dipaksa bertahan hidup di jalanan yang sama sekali tidak bersahabat. Ini bukan hiperbola. Ini adalah potret nyata ibu kota yang belum siap memberi ruang aman bagi para pesepeda.

Tidak sedikit pesepeda yang terluka, bahkan meregang nyawa, hanya karena mencoba mempraktikkan gaya hidup sehat. Lintasan sepeda yang tidak konsisten, tidak terhubung satu sama lain, hingga banyaknya pengendara motor yang justru ikut masuk ke jalur sepeda, membuat sepeda lebih mirip dengan alat bunuh diri ketimbang alat olahraga atau transportasi ramah lingkungan.

Jalur Sepeda? Banyak, Tapi Tak Layak

Pemerintah DKI Jakarta memang telah membangun berbagai jalur sepeda, tapi apa gunanya kalau tak ada yang mengawasi dan menegakkan aturan? Jalur sepeda seringkali di serobot kendaraan bermotor. Bahkan tak jarang di jadikan tempat parkir, lapak pedagang kaki lima, atau bahkan lokasi buang sampah! Bukannya aman dan nyaman, jalur sepeda justru menjadi bukti bahwa keberpihakan pada pesepeda masih setengah hati.

Lebih ironis lagi, banyak jalur sepeda yang justru berakhir tiba-tiba, tanpa rambu, tanpa arahan, seakan hanya di bangun untuk formalitas. Tidak ada kesinambungan antar jalur. Tidak ada edukasi kepada masyarakat umum bahwa pesepeda juga pengguna jalan yang sah. Akibatnya? Pesepeda di anggap pengganggu lalu lintas, bukan bagian dari solusi kemacetan kota.

Tak Hanya Infrastruktur, Budaya Berlalu Lintas Juga Kacau

Masalah Jakarta bukan hanya soal fasilitas, tapi juga budaya. Mentalitas pengendara motor dan mobil yang arogan, di tambah penegakan hukum yang lemah, membuat pesepeda berada di posisi paling terpinggirkan. Pengemudi mobil yang membunyikan klakson membabi buta saat ada pesepeda di depannya, atau pengendara motor yang nyelonong di jalur sepeda, adalah pemandangan harian yang membuat bulu kuduk merinding.

Bagaimana mungkin masyarakat di ajak hidup sehat dengan bersepeda, kalau setiap hari mereka harus bersaing dengan kecepatan maut di jalan? Jakarta tidak butuh lebih banyak jalur sepeda jika penggunanya tetap di biarkan menjadi korban. Jakarta butuh revolusi cara pandang terhadap transportasi alternatif. Butuh ketegasan dalam penegakan aturan, dan butuh keberanian untuk melindungi mereka yang ingin menyelamatkan bumi dan dirinya sendiri.

Baca juga: https://kasliwalhospital.com/

Jika Bersepeda Saja Mengancam Nyawa, Apa Masih Layak Disebut Kota?

Kota seharusnya menjadi tempat manusia bisa hidup dan berkembang. Tapi jika warga yang memilih jalan sehat justru harus terus waspada, takut mati di tikungan karena di serempet bus atau truk, maka kota itu gagal menjadi tempat hidup. Jakarta hari ini belum berpihak pada kehidupan. Pesepeda bukan lagi sekadar simbol gaya hidup, mereka adalah ujian moral bagi kota: siapa yang benar-benar peduli pada warganya?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *